Carlo Ancelotti

Carlo Ancelotti: Sang Maestro di Balik Gelar Champions League ke-15 Real Madrid

Real Madrid mengukuhkan dominasi mereka di Eropa dengan meraih gelar Champions League ke-15 setelah mengalahkan Borussia Dortmund 2-0 di final. Di balik kemenangan ini, terdapat sosok Carlo Ancelotti, pelatih yang telah membuktikan dirinya sebagai maestro strategi sepak bola.

Ancelotti, yang kini berusia 64 tahun, telah memenangkan lima gelar Champions League sebagai pelatih, tiga di antaranya bersama Real Madrid. Keberhasilannya musim ini tidak lepas dari kemampuannya mengatasi berbagai tantangan, termasuk kehilangan pemain kunci seperti Karim Benzema.

“Musim ini kami mengalami banyak masalah dan kehilangan pemain berkualitas. Kami menebusnya dengan komitmen dan penderitaan kolektif. Champions League ini dimenangkan dengan pengorbanan dan kualitas. Satu dari keduanya tidak cukup. Saya puas dengan skuadnya,” kata Ancelotti.

“Kami tidak pernah menyerah. Kami memberi diri kami nilai sepuluh dari sepuluh untuk musim ini. Kami menjalani musim yang sempurna. Kami menanganinya dengan sangat baik. Tim dan para pemain saya tampil luar biasa.”

Gol-gol dari Dani Carvajal dan Vinicius Junior pada babak kedua memastikan kemenangan Los Blancos. Ancelotti memuji kerja keras dan adaptasi tim dalam menghadapi tekanan final, serta perubahan taktik yang berhasil diimplementasikan.

“Dalam sepak bola, ketika Anda tidak memanfaatkan peluang, risiko kebobolan atau kehilangan keunggulan sangat tinggi,” kata Ancelotti soal pertandingan tersebut.

“Mereka bermain lebih baik dari kami, namun mereka memberi kami opsi, dengan permainan seimbang, dan di babak kedua, ketika kami bermain lebih baik dan lebih seimbang, kami memenangkan pertandingan.”

“Saya sangat senang. Ini adalah final kesembilan yang dimenangkan Madrid secara berturut-turut dan bahaya tidak menang adalah nyata. Dortmund adalah lawan yang sulit.”

Baca juga:

“Saya tidak perlu marah (soal permainan buruk di babak pertama), namun harus mengklarifikasi. Dortmund bermain sangat baik dan kami tidak memiliki keseimbangan.”

“Kami kehilangan bola di lini pertahanan lawan dan posisi kami tidak bagus. Kami mengubah sistem menjadi 4- 3-3 dan itu berjalan lebih baik, begitu pula sikap di babak kedua.”

“Di ruang ganti kami cukup tenang dan kami mendiskusikan perubahan sistem bersama-sama. Para pemain sepakat untuk mengubahnya dan kami melakukannya.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *